HAKIKAT MANUSIA

     Metode Memahami Hakikat Manusia
Ada beberapa cara atau metode yang dapat ditempuh untuk memahami hakikat manusia. Cara atau metode itu antara lain, pertama ialah melalui pendekatan bahasa yaitu bagaimana bahasa itu dipakai untuk menyebut manusia. Manusia disebut juga insan yang berasal dari bahasa Arab yaitu berasal dari kata nasiya, artinya lupa dan jika dilihat dari kata dasar al-uns, maka artinya jinak. Dengan demikian kata insan yang dipakai untuk menyebut manusia, karena manusia mempunyai sifat lupa, dan kata jinak artinya manusia selalu bisa menyesuaikan diri dengan keadaan baru di sekitarnya.

Yang kedua adalah melalui cara keberadaanya yang sekaligus membedakannya secara nyata dengan cara keberadaan makhluk yang lainya, seperti kenyataan sebagai makhluk yang berjalan di atas dua kaki, dan juga kemampuannya berpikir yang hanya dimiliki manusia, sehingga melalui keberadaan berpikirnya itu hakikat manusia ditentukan. Oleh karena itu hakikat manusia adalah makhluk berpikir.
Ketiga adalah melalui karya yang dihasilkannya, karena melalui karyanya seseorang menyatakan kualitas dirinya. Hanya diri yang berkualitaslah yang akan melahirkan karya yang berkualitas pula.
Selanjutnya pendekatan teologis (quranik) yang dimaksud adalah bagaimana memahami manusia dari sudut pandang Penciptanya, yaitu melalui firman-firman Tuhan yang diturunkan dan tertulis dalam kitab suci. Ibarat sebuah mobil, bagaimana memahami mobil itu, melalui buku pedoman pemeliharaan dan penggunaan mobil yang biasanya dikeluarkan secara resmi oleh pabrik yang memproduksinya.
B.   Penciptaan Manusia
Salah satu spesies makhluk hidup di bumi ini adalah manusia. Keberadaannya pertama kali di bumi ini tidak diketahui secara pasti. Sejarah panjangnya merupakan rangkaian peristiwa yang terputus-putus. Namun, sebagai mana kita pikirkan bahwa keberadaan bumi seharusnya mendahului keberadaan manusia sebagai penghuni diatasnya. Walaupun mungkin saja terjadi, sebelum menghuni bumi ini, manusia telah berada ditempat lain kemudian mengadakan eksodus keatas bumi.
Teori evolusi mengatakan bahwa alam ini, termasuk manusia yang berada didalamnya berkembang secara evolusionis (berubah atau berkembang secara perlahan) dari makhluk yang sangat sederhana yang berkembang sedemikian rupa menjadi makhluk kompleks. Perjalanannya yang sangat panjang itu menceriakan perkembangan tahap demi tahap sampai menjadi manusia seperti saat ini. Prediksi kedepan, manusia terus akan berkembang dan mengalami transformasi ke bentuk manusia lainnya yang lebih kompleks. Golongan Realisme (orang yang beranggapan bahwa realitas ini bersifat bendawi), golongan Materialisme (orang yang beranggapan bahwa realitas ini merupakan wujud gerak mekanistik) dan Atheis (orang yang tidak percaya kepada Tuhan) berpandangan demikian. Bagi mereka, yang paling utama bagi manusia adalah jasadnya (jasmaninya). Jiwa (ruhani) bersifat bayangan dari jasmani yang bersifat bendawi.
Pandangan yang lain, seperti pandangan ahli agama, mengatakan bahwa manusia pertama tidak diciptakan di tempat ini (di bumi), dan bukan merupakan bagian panjang sejarah alam seperti yang diperkirakan dalam pandangan evolusionisme tadi. Manusia pertama yang kemudian disebut dengan Adam itu diciptakan dalam surga (suatu tempat yang menjadi idaman para penganut agama dan keberadaannya di luar alam ini, serta berbeda dengan alam ini karena bersifat immateri). Pandangan demikian dianut oleh para pemeluk agama (terutama agama samawi dunia, seperti Islam, Kristen, Katolik, dan yahudi).
C.   Hakikat Manusia
Dalam konsep filsafat islam, hakikat manusia tidak dilihat kepada unsur-unsur yang membentuk dirinya, pada orientasi berpikir yang mencari substansi pokok yang melatar belakangi adanya, atau orientasi berpikir pada fokus perhatian pada masa lalunya, tetapi hakekat manusia harus dilihat pada tahapannya sebagai nafs, keakuan, diri, ego dimana pada tahapan ini, semua unsur membentuk kesatuan diri yang aktual, kekinian dan dinamik dan, aktualisasi kekinian yang dinamik sesungguhnya ada pada perbuatan atau amalnya.
Seperti yang digambarkan oleh ketidak mauannya para setan untuk tunduk kepada manusia, karena secara substansial manusia dipandang lebih rendah daripada dirinya, manusia diciptakan dari tanah sementara mereka diciptakan dari api. Secara moral manusia sesungguhnya lebih jelek dari para malaikat, dan secara substansial manusia juga lebih jelek dari setan, akan tetapi secara konseptual manusia lebih baik dari keduanya, karena dengan kemampuan kreatifnya, manusia mempunyai kemampuan menciptakan, suatu kemampuan yang tidak dimiliki oleh keduanya. Itulah sebabnya Tuhan memerintahkan kepada keduanya untuk tunduk, tetapi setan tidak mau dan mengancam akan menjadi musuh abadi manusia. Yang menjadi musuh setan bukan Tuhan, karena tidak mungkin dapat dilakukannya, yang menjadi musuh setan adalah manusia, agar krmampuan kreatifnya ditundukkan pada hawa napsunya, sehingga manusia tidak mempertuhankan Tuhan tetapi mempertuhankan hawa nafsunya sendiri.
Dalam tahapan nafs, hakikat manusia ditentukan oleh kualitas amal, karya perbuatannya, bukan ditenatukan oleh asal-usul keturunannya, kelompok sosial dan golongan, ataupun bidang yang menjadi profesinya.
Dalam kaitanya dengan konsep tauhid, maka hakikat manusia dan fungsinya sebagai ‘abd dan khalifah dan kesatuan aktualisasi berbagai unsur-unsur yaitu jasad, hayat dan ruh yang membentuknya pada tahapan diri atau nafs yang aktual. Dengan kata lain, manusia hakikatnya adalah monodualis dan monopluralis yang aktual, dinamis, untuk mewujudkan karya kesalehan dimuka bumi, sebagai jalan pengabdiannya kepada Tuhan.
D.   Tujuan Hidup Manusia
Dalam konsep filsafat Islam, pada hakekatnya tujuan hidup manusia adalah mencapai perjumpaan kembali dengan Tuhan. Perjuampaan kembali itu tidak bersifat materi seperti kembalinya air hujan kelaut, dan secara materi manusia memanag tidak kembali kepada Tuhan, tetapi kembali keasal materi yang membentuk jasadnya.
Dengan demikian, pertemuan itu terjadi pada tahapan nafs, yang sepenuhnya bersifat spiritual, karena hakekat nafs adalah spiritual, dan dengan sangat indah Tuhan memang berkehendak untuk memanggilnya kembali, seperti yang digambarkan Al-Qur’an 89:27-30 yang menerangkan:
“Hai keakuan yang tenang, kembalilah kepada Tuhanmu dengan suka dan disukai, maka masuklah dalam golongan hamba-hambaKu, dan masuklah dalam surga-Ku.”
Dalam konsep filsafat Islam, ketauhidan juga tercermin sebagai jalan untuk berjumpa dengan Tuhan, yaitu jalan menuju pertamuan nafs terbatas, diri manusia, dengan Nafs Mutlak, Diri Tuhan, temuan nafs terbatas diri manusia, dengan nafs Mutlak Diri Tuhan, yang hanya dimungkinkan melalui ketauhidan antara iman dan amal saleh, karena dalam Islam, antra iman dan amal saleh adalah satuan yang tak terpisahkan, sehingga iamn tanpa amal saleh adalah kebohongan.
E.   Wujud Sifat Hakikat Manusia dan Pengembangan
Sasaran pendidikan adalah manusia. Pendidikan bermaksud membantu peserta didik untuk menumbuh kembangkan potensi-potensi kemanusiaannya
• Kemampuan menyadari diri
Manusia menyadari bahwa dirinya (akunya) memiliki cirri khas atau karakteristik diri. Hal ini menyebabkan manusia dapat membedakan dirinya dengan aku-aku lain (ia, mereka) dan dengan non-aku (lingkungan fisik) di sekitarnya.

• Kemampuan bereksistensi
Dengan keluar dari dirinya, dan dengan membuat jarak antara aku dengan dirinya sebagai obyek, lalu melihat obyek itu sebagai sesuatu, berarti manusia itu dapat menembus atau menerobos dan mengatasi batas-batas yang membelenggu dirinya.
Kemampuan bereksistensi perlu dibina melalui pendidikan. Peserta didik diajar agar belajar dari pengalamanya, belajar mengantisipasi keadaan dan peristiwa, belajar melihat prospek masa depan darai sesuatu, serta mengembangkan daya imajinasi kreatif sejak dari masa kanak-kanak.

• Pemilik kata hati
Dengan sebutan “pelita hati” atau “hati nurani” menunjukan bahwa kata hati ( conscience of man ) itu adalah kemampuan diri manusia yang memberi penerangan tentang baik dan buruknya perbuatannya sebagai manusia.

• Moral
Jika kata hati diartikan sebagai bentuk pengertian yang menyertai perbuatan, maka yang di maksud dengan moral (yang sering di sebut etika) adalah perbuatan itu sendiri. Di sini tampak bahwa masih ada jarak antara kata hati dengan moral, artinya seseorang yang telah memiliki kata hati yang tajam belum otomatis perbuatanya merupakan realisasi dari kata hatinya itu. Untuk menjembatani jarak yang mengantar keduanya masih ada aspek yang diperlukan yaitu kemauan.

• Kemampuan bertanggung jawab
Hubungan erat antara kata hati, moral, dan tanggung jawab. Kata hati memberikan pedoman, moral melakukan, dan tanggung jawab merupakan kesediaan menerima konsekuensi dari perbuatan.



• Rasa bebas (merdeka)
Kemerdekaan dalam arti yang sebenarnya memang berlangsung dalam keterikatan, artinya bebas berbuat sepanjang tidak bertentangan dengan tuntutan kodrat manusia. Orang hanya mungkin merasakan adanya kebebasan batin apabila ikatan-ikatan yang telah ada telah menyatu ikatan luar (yang membelenggu) telah berubah menjadi i8katan dalam (yang menggerakan).
Peserta didik di biasakan menginternalisasikan nilai-nilai, aturan-aturan ke dalam dirinya, sehingga dirasakan sebagai miliknya. Dengan demikian, aturan-aturan itu tidak lagi dirasakan sebagai sesuatu yang merintangi gerak hidupnya.

• Kesediaan melaksanakan kewajiban dan melaksanakan hak
Jika seseorang mempunyai hak untuk menuntut sesuatu, maka tentu ada pihak lain yang berkewajiban unutuk memenuhi hak tersebut. Dalam realitas kehidupan sehari-hari, umumnya hak di asosiasikan dengan sesuatu yang menyenangkan, sedangkan kewajiban dipandang sebagai sesuatu beban.
Kemampuan menghayati kewajiban sebagai keniscayaan tidaklah lahir dengan sendirinya, tetapi bertumbuh melal;ui suatu proses pendidikan kedisiplinan.
a) Disiplin rasional, yang bila terjadi pelanggaran menimbulkan rasa salah.
b) Disiplin sosial, jika dilanggar menimbulkan rasa malu.
c) Disiplin afektif, jika dilanggar menimbulkan rasa gelisah.
d) Disiplin agama, jika terjadi pelanggaran menimbulkan rasa berdosa.

• Kemampuan menghayati kebahagiaan
Kebahagiaan merupakan integrasi atau rentetan dari sejumlah pengalaman-pengalaman pahit dan penderitaan.
Kebahagiaan itu dapat diusahakan peningkatanya, yakni melalui kaitannya dengan takdir. Dalam hubungan ini, pendidikan mempunyai peranan penting sebagai wahana untuk mengantarkan pesereta didik mencapai kebahagiaan, yaitu dengan melalui membantu  mereka meningkatkan kualitas hubungannya dengan dirinya, lingkungannya, dan tuhannya.

DAFTAR PUSTAKA


Asy’ari, Musa, Filsafat Islam Sunnah Nabi dalam Berpikir, Yogyakarta: LFSFI, 2002.
Widodo, Ma’ruf, Makalah Hakikat Manusia, Kebumen,2011

Tidak ada komentar: